Kamis, 07 Juli 2011

Arti Dari Sebuah Kesabaran

Rasulullah bersabda :”Barangsiapa yang mencintai karena Allah SWT, membenci karena Allah SWT, memberi karena Allah SWT dan melarang karena Allah SWT maka ia telah mencapai kesempurnaan Iman”.
Allah SWT menganugerahi manusia berbagai nafsu; ada nafsu makan dan minum, nafsu syahwat, nafsu mencapai keberhasilan, nafsu mencari tahu dan mencari ilmu, dan nafsu-nafsu lain. Nafsu atau juga kemauan dan kebutuhan ini dapat bersifat kebaikan namun sebaliknya juga bisa bersifat keburukan. Kebutuhan ini bila karena suatu hal tidak terpenuhi atau terhambat akan mengakibatkan timbulnya suatu reaksi emosi alamiah yang bersifat negatif. Emosi negatif ini bermacam- macam, ada emosi marah, kecewa, takut, ragu, benci dan juga cemas. Namun emosi negatif ini sesungguhnya diperlukan agar seseorang terdorong untuk melawan dan berjuang mengatasi hambatan yang merintangi terpenuhinya kebutuhan / keinginan tersebut. Tingkat emosi negatif seseorang dapat diukur berdasarkan tingkat kebutuhan yang terhambat dan tujuannya dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Jika emosi negatif itu terjadi pada saat adanya hambatan yang menghalangi tercapainya suatu tujuan utama kehidupan maka reaksi tersebut adalah reaksi yang mulia bahkan merupakan suatu keharusan.
Pada suatu pertempuran, Ali bin Abi Thalib, sepupu Rasulullah SAW menjatuhkan lawannya. Kemudian ia meletakkan kakinya di atas dada lawannya lalu menempelkan pedangnya ke leher lawan tersebut. Tetapi ia tidak segera membunuh orang itu.
Mengapa kamu tidak membunuh aku?” Orang itu berteriak dengan marah.
Aku adalah musuhmu. Mengapa kamu hanya berdiri saja?
Lalu ia meludahi muka Ali. Mulanya Ali menjadi marah, tetapi kemudian dia mengangkat kakinya dari dada orang itu dan menarik pedangnya.
Aku bukan musuhmu”. Ali menjawab. “Musuh yang sebenarnya adalah sifat-sifat buruk yang ada dalam diri kita. Engkau adalah saudaraku, tetapi engkau meludahi mukaku. Ketika engkau meludahi aku, aku menjadi marah dan keangkuhan datang kepadaku. Jika aku membunuhmu dalam keadaan seperti itu, maka aku akan menjadi seorang yang berdosa, seorang pembunuh. Aku akan menjadi seperti semua orang yang kulawan. Perbuatan buruk itu akan terekam atas namaku. Itulah sebabnya aku tidak membunuhmu.”
Kalau begitu tidak ada pertempuran antara kau dan aku? ” orang itu bertanya.
Tidak. Pertempuran adalah antara kearifan dan kesombongan. Antara kebenaran dan kepalsuan“.
Maka dengan segera orang itupun tersungkur di kaki Ali dan kemudian mengikrarkan dua kalimat syahadat. Subhanallah…

Rasulullah Muhammad saw adalah seorang yang mudah berkomunikasi dengan siapapun, senantiasa berlaku sopan, lemah-lembut, sabar dan tidak pernah marah walau disakiti. Rasulullah menganjurkan kepada para sahabat untuk menahan diri dari rasa marah, agar bersabar dan saling memaafkan. Seseorang yang dapat menguasai rasa marah akan menemukan nilai kehidupan tertinggi. Nilai kehidupan ini sepadan dengan “ jihad spiritual ”. Maka siapapun yang berhasil dalam jihad ini maka ia akan mampu menguasai diri dari nafsu dan segala godaan dunia yang mengepungnya. Bila pada amalan-amalan lain Allah SWT menjanjikan pahala hingga 700 kali lipat maka tidak demikian dengan sabar. Allah SWT menjanjikan pahala tanpa batas bagi orang-orang yang mampu menahan kesabaran.
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS.Az-Zumar(39):10).
Namun wajah beliau akan berubah merah padam bila melihat atau mendengar kemungkaran atau hak-hak Allah diinjak-injak dan dihina. Ali bin Abi Thalib RA berkata: “ Rasulullah tidak pernah marah untuk hal duniawi. Beliau marah karena kebenaran. Tidak seorangpun yang mengetahui kemarahannya. Kemarahannya terhadap sesuatu pasti mendatangkan kemenangan baginya.”.
Abu Dzaarr RA meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda :” Jika salah seorang diantara kalian marah dan ia dalam posisi berdiri, maka hendaknya ia segera duduk, maka kemarahannya akan hilang. Namun jika kemarahan itu tidak reda, maka hendaknya ia berbaring”.
Rasulullah melarang orang dalam kondisi seperti itu untuk memutuskan suatu perkara ( hukum). Dari Abu Bakar RA, ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah bersabda : “Janganlah seseorang diantara kalian menentukan suatu hukum pada kedua pihak yang sedang berselisih dalam keadaan marah”.
Rasulullah juga menganjurkan para sahabat agar berwudhu’ untuk mengendalikan emosi kemarahan. Diriwayatkan dari Urwah bin Muhammad as-Sa’di RA, Rasulullah bersabda : “ Marah itu berasal dari setan, setan itu diciptakan dari api. Adapun api dapat dipadamkan dengan air, maka jika seseorang diantara kalian marah, hendaknya segera berwudhu’.” Hadis ini menguatkan kebenaran ilmu kedokteran yang menyatakan bahwa air dingin dapat meredakan tekanan darah karena emosi, sebagaimana air dapat meredakan ketegangan otot dan syaraf. Oleh karena itu, mandi dapat dijadikan penawar untuk mengobati penyakit kejiwaan.
Disamping itu, Rasulullah juga terbiasa menganjurkan para sahabat yang sedang dikuasai rasa amarah untuk mengalihkan perhatian pada aktifitas lain yang memungkinkan seseorang lupa akan rasa amarahnya ataupun merasa lelah sehingga ia tidak lagi memiliki tenaga untuk melampiaskan kemarahannya. Namun Rasulullah juga bersabda, seorang yang mengaku dirinya mukmin, tidak cukup dikatakan mukmin sejati bila ia tidak dapat merasakan beban penderitaan saudaranya sesama Muslim.
Kamu akan melihat kepada orang-orang Mukmin itu dalam hal kasih-sayang diantara mereka, dalam kecintaan dan belas kasihan diantara mereka adalah seperti satu tubuh. Jika satu anggota tubuh itu merasa sakit maka akan menjalarlah kesakitan itu pada anggota tubuh yang lain dengan menyebabkan tidak dapat tidur dan merasakan demam.”  (HR Bukhari).
 Rasulullah saw bersabda : 
"Tidak halal bagi seorang muslim memutuskan hubungan dengan saudaranya lebih dari 
tiga hari, keduanya bertemu tidak saling menyapa, sebaik-baik di antara kedua nya 
adalah yang memulai salam." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”.(QS. Al-Fath (48): 29).
Begitu banyak peristiwa buruk yang menimpa kaum Muslimin, tersentuhkan hati ini?Adakah perasaan senasib sepenanggungan dalam hati ini? Dapatkah kita ikut merasakan penderitaan saudara-saudara kita yang tertindas di tanah airnya sendiri di Palestina? Bagaimana pula perasaan ini ketika sejumlah orang Barat melecehkan Rasulullah dengan kartun-kartunnya itu ? Dapatkah pula kita merasakan bagaimana sakit hatinya Rasulullah dan para sahabat masa lalu yang begitu gigih memperjuangkan tegaknya agama Allah sehingga akhirnya detik ini kita dapat merasakan nikmat serta indahnya Islam namun ternyata dengan santainya seorang Gulam Mirza Ahmad, pendiri ajaran Ahmadiyah itu merusak dan mengacak-acak ajaran ini? Cukupkah kita hanya mengatakan : ” Bersabarlah ..”. Sudah betulkah ini sikap sabar yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya??
” Barangsiapa diantaramu yang melihat kejelekan maka rubahlah dengan tangannya. Maka jika tidak sanggup maka rubahlah dengan perkataanya. Dan jika tidak sanggup rubahlah dengan hatinya, dan itulah yang paling lemah imannya.” (HR Bukhari – Muslim).